KEKERASAN DAN ANARKHIS MENURUT ISLAM
Pada tanggal 16 Oktober 2019,
Masjid Arif Nurul Huda Mapolda Jawa Timur mengadakan acara pengajian ba'da
shalat Dhuhur. Penceramah yang memberi materi adalah Prof. Dr. KH. Sahid HM,
M.Ag., M.H., Pengasuh Pesantren Al-Qur'an Asy-Syahadah Surabaya sekaligus Guru
Besar UIN Sunan Ampel. Materi yang disampaikan adalah menolak kekerasan dan
anarkhis yang selalu terjadi di Indonesia.
Dalam penjelasannya, Kiai Sahid menyampaikan bahwa Islam adalah agama damai baik secara personal maupun kolektif. Islam tidak mengajarkan kekerasan dan anarkhis. Gerakan yang mengarah pada kekerasan dan anarkhis, meskipun mengatasnamakan agama, tidak dibenarkan oleh Islam. Oleh karena itu, Islam melarang gerakan yang mengarah ke kanan-kananan dan mengarah ke kiri-kirian. Islam menentang gerakan ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Dalam kontes ini, Islam adalah ajaran mutawssith atau moderat, tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri.
Dalam realitasnya, di era kontemporer ini gerakan yang mengarah ke kanan-kanan sering disebut fundamentalisme agama atau radikalisme agama. Gerakannya cenderung menghalalkan segala cara. Pandangan yang bertentangan dengan gerakan ini dianggap sesat, bahkan kafir. Oleh karena itu, mereka harus dibunuh. Jika terkait dengan pemerintahan, para pejabat dianggap thagut. Oleh karena itu, struktur negara harus dihancurkan dan langkah yang ditempuh adalah kekerasan dan anarkhis.
Secara normatif, Islam melarang gerakan semacam itu dan secara sosiologis gerakan ini harus ditolak. Tindakan mereka terkategori menentang Allah dan Rasulullah dan melakukan kerusakan di muka bumi. Di dalam al-Qur'an surat al-Maidah (5) ayat 33 Allah berfirman:
إنما جزاء الذين يحاربون الله ورسوله ويسعون فى
الأرض فسادا أن يقتلوا أن يصلبوا أو تقطع أيديهم وأرجلهم من خلاف أو ينفوا من
الأرض ذلك لهم خزي فى الدنيا ولهم فى الآخرة عذاب عظيم.
"Sesungguhnya pembalasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan melakukan kerusakan di muka bumi, hendaknya mereka dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang berat."
Memperhatikan gerakan radikalisme tersebut, kesadaran masyarakat perlu dimunculkan dengan gerakan "tolak kekerasan dan anarkhisme." Jika gerakan kesadaran ini dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dan terjadi secara menyeluruh di Indonesia, maka gerakan radikalisme dengan sendirinya akan hilang. Kekuatan radikalisme akan lumpuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, umat Islam perlu menyatukan persepsi agar bangsa Indonesia tidak terpecah karena adu domba yang diciptakan. Kebaikan yang tidak terstruktur akan mudah dihancurkan oleh kejahatan yang terstruktur. Umat Islam perlu menciptakan kebaikan yang terstruktur agar dengan mudah menghancurkan kejahatan yang diciptakan.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, radikalisme agama pernah terjadi dengan munculnya aliran Khawarij. Ketika terjadi perang Shiffin pada tahun 657 M di Suriah yang menyebabkan arbitrasi (tahkim) antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah, kedua orang ini dianggap kafir. Ali dianggap kafir karena memutus dengan musyawarah, sedang Muawiyah dianggap kafir karena menentang pemerintahan yang sah. Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh orang dari kalangan khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam pada tanggal 26 Januari Tahun 661 M di Masjid Agung Kufah.
Di era sekarang, meskipun bukan Khawarij, radikalisme agama muncul.
Kelompok yang bukan golongannya dianggap kafir. Gerakan ini bahkan melakukan
kekerasan dengan pembunuhan dan pengoboman. Pemahaman agama yang tekstualis
normatif dikembangkan. Slogan yang dimunculkan di masyarakat adalah bahasa
Allahu Akbar. Kekerasan yang dilakukan oleh mereka tidak hanya tertuju kepada
komunitas non Muslim tetapi juga Muslim. Sasaran yang menjadi target adalah
negara atau pemerintah. Untuk mengantisapi radikalisme semacam ini, aparat
secara khusus dan masyarakat secara umum harus melakukan pencegahan, karena
tindakan mereka bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam diturunkan oleh Allah untuk memberikan kedamaian dan keselamatan kepada masyarakat. Sebagai komunitas Muslim, orientasi yang dikembangkan adalah ketenteraman dan keharmonisan. Untuk itu, hubungan antarumat beragama perlu dilakukan secara baik. Nilai-nilai kemanusian perlu dikembangkan untuk membangun perdamaian dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar